Dunia remaja seperti yang kita rasakan dunia yang sangat unik dan keberadaannya pun senantiasa menjadi bahan pembicaraan disetiap kalangan. Dalam masa kehidupan manusia , masa inilah yang paling rentan, kerena sekarang mereka hidup di tengah perkembangan fisik dan psikis yang sangat cepat. Rona kehidupan mereka laksana kota metropolis yang penuh warna-warni.
Yang perlu kita sadari bahwa remaja merupakan sosok yang labil, mudah terombang ambing. Meskipun mereka terlihat dewasa, namun ditinjau dari segi psikis, mereka memang belum bisa dikatakan dewasa, belum mampu bertanggung jawab. Kita bisa lihat bagaimana kecenderungan mereka terhadap berbagai hal yang terus berubah. Mulai dari mode pakaian, rambut hingga sepatu.
Kalau kita tanya alasan mereka mengikuti tren tertentu, jawabannya sangat instan. Asal-asalan dan tidak bertanggung jawab. Kebanyakan hanya menjawab demi gengsi saja, ikut-ikutan temen, ingin disebut modern, gaul dan lain-lain, nyaris tidak ada satupun jawaban yang bermuara pada asas manfaat.
Pola pikir instan seperti inilah yang dibentuk oleh media global. Segala produk dicoba dengan harapan mimpinya tercapai yaitu ingin tampak seperti artis pujaannya Padahal, kalau mau jujur, mereka hanya pura-pura memberikan tips-tips kesempurnaan tubuh, yang hakikatnya adalah bisnis semata .
Alhasil, remaja modern kini tengah berada di dunia kepura-puraan. Ironisnya, mereka percaya pada kepura-puraan itu. Setiap hari mereka disuguhi 99% tontonan tipi yang berisi kepura-puraan bahkan kebohongan dan gosip yang justru membodohi bukannya mendidik. Acara-acara tipi seperti film-film berlabel VHS, sinetron-sinetron atau gosiptainment yang mereka pergoki tiap hari menyuguhkan berbagai kepura-puraan yang sangat ironi. Mereka semuanya menawarkan gaya hidup glamour, mewah dan pergaulan bebas sebebas-bebasnya. Sebuah idiologi tandingan ditengah masyarakat yang mayoritas agamis. Ironisnya lagi, tayangan tersebut laku keras di pasaran alias paling disukai penonton dan bintang utamanya pun tak khayal dijadikan panutan sekalipun tanpa alasan yang jelas. Begitu pula iklan-iklan yang menawarkan penyembuhan tuntas dan gaya hidup ‘wah’ dengan klip yang bebas moral, juga sarat kepura-puraan.
Di dunia kepura-puraan tidak mengenal istilah percaya atau tidak, yang ada adalah hanya kesenangan semu. Pemirsa “dipaksa” percaya pada berbagai tayangan hingga terkadang harus mengaduk-aduk emosinya sendiri bahkan sampai terbawa ke alam mimpi. Tak heran jika para remaja tergiur oleh dunia kepura-puraan, bermimpi mendambakan tubuh seperti model dalam iklan dan film. Bahkan jika ada keajaiban, remaja menginginkan persis seperti mereka. Itulah dunia kepura-puraan.
Dampaknya pun bukan main, berbagai tindak kriminal berupa free sex, aborsi dan kekerasan di dunia remaja hakekatnya ‘didikan’ dari dunia kepura-puraan. Contohnya pun banyak, anak belasan tahun kini sudah bisa punya anak berkat gelar MBA, tawuran antar kampus yang nekat berperang sampai mampus, geng motor maniak yang bengis dengan galak dan sadis meneror warga, dll. Walhasil, kebobrokan mental berserakan dimana-mana, kelaparan merajalela, jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Praktek korupsi, merampok, tawuran, membunuh, perkosaan, seks bebas, dan lain-lain bukan lagi suatu aib, semuanya dianggap biasa-biasa saja bahkan mungkin dianggap hanya hiburan belaka.
Pantas jika Neil Postman dalam bukunya “Amusing Ourselves to Death“, menulis bahwa saat ini orang tengah menghibur diri terus sampai mati! Hal itu dikarenakan format tipi ditujukan untuk hiburan semata dan bukan untuk sarana pendidikan.
Oleh karena itu, bagi diri remaja sendiri, hendaknya bisa berpikir dewasa, kritis dan bermental baja. Remaja masa kini harus memiliki kesadaran nurani yang tinggi, tidak begitu saja mengekor atau mencontoh segala yang ditayangkan media massa terutama TV. Mengingat, kekaguman terhadap tokoh dunia kepura-puraan secara berlebihan, bukan saja memancing frustasi, tetapi juga membentuk sikap mental minder, merasa tidak puas terhadap apa yang dimiliki, baik kecantikan, pakaian atau tubuh. Sikap ini akan menimbulkan pola hidup konsumeris dan serba kekurangan.
Memang ada saat-saat dimana kehidupan kita semua ketika merasa berada di bawah dan mengalami saat-saat singkat yang penuh dengan keraguan. Alasan mengapa begitu banyak orang yang merasa dirinya rendah baik tentang kehidupan, penampilan, keahlian maupun kemampuannya adalah karena kita menghabiskan terlalu banyak waktu untuk membandingkan diri kita dengan para pahlawan dari dunia kepura-puraan TV.
Satu hal yang harus kita ingat, “remaja adalah orang tua di masa yang akan datang” Maka dari itu, jangan biarkan setiap detik berlalu tanpa aktivitas positif. Masa depan akan semakin banyak tantangan. Masa depan membutuhkan remaja-remaja kreatif yang siap mengayuh perahu lebih cepat, berani menentang ombak dan siap berhadapan dengan derasnya arus globalisasi zaman.
“Jangan pikirkan kesenangan, tapi pikirkanlah bagaimana memperjuangkan kesenangan. Jangan pikirkan surga, tapi pikirkanlah bagaimana membuat amal kebaikan. Ketahuilah bahwa jalan untuk meraih surga itu dipagari duri dan jalan meraih neraka dipagari roti“